Menemukan Keseimbangan dan Strategi Efektif untuk Mengatasi Jebakan Multitasking

Feeling exhausted; Pic by Dalle

Di tengah hiruk pikuk kantor yang tak pernah sepi, Bambang duduk termenung di meja kerjanya, dikelilingi tumpukan laporan yang harus selesai, notifikasi email yang tak berhenti berdering, dan deretan rapat yang menunggu. Setiap hari, dia merasa seperti jongleur yang berusaha menjaga agar semua bola tetap di udara, takut salah satunya jatuh dan menghancurkan segalanya.

Tekanan untuk selalu tersedia dan mampu menyelesaikan berbagai tugas secara bersamaan, telah membuatnya terjebak dalam siklus stres yang tampaknya tak berujung.

Mata yang lelah dan pikiran yang terus menerus berpacu, menandakan bahwa multitasking yang dulu dianggap sebagai kekuatan, kini telah berubah menjadi beban yang mengikis kebahagiaannya, mengaburkan batas antara kerja dan kehidupan pribadi, dan perlahan menggerogoti kesejahteraan mentalnya.

Multitasking, kemampuan untuk menangani lebih dari satu tugas pada saat yang sama, sering dipandang sebagai keterampilan yang diidamkan di lingkungan kerja yang dinamis dan cepat. Namun, penelitian terkini menunjukkan bahwa multitasking, terutama ketika dilakukan secara berlebihan, dapat menjadi racun yang merusak produktivitas, kreativitas, dan kesejahteraan karyawan, serta mengancam budaya perusahaan yang sehat.

Tulisan yang cukup ‘berat’ bagi saya di sela rutinitas ini bertujuan untuk sedikit mengeksplorasi sisi gelap multitasking, dampaknya terhadap individu dan organisasi, dan bagaimana perusahaan bersama karyawan mereka yang (mungkin) super multitasking dan multitalent dapat menghindari jebakan praktik ini.

Fenomena Multitasking: Sebuah Pedang Bermata Dua

Dalam dunia bisnis yang serba cepat, multitasking sering dilihat sebagai sebuah keharusan. Karyawan yang dapat menjawab email, sambil menghadiri rapat, dan sekaligus mengerjakan materi presentasi serta laporan yang seakan tiada henti, dianggap sebagai aset berharga.

Namun, penelitian oleh Stanford University menemukan bahwa multitasking yang berlebihan dapat menurunkan efisiensi dan kinerja karena otak kita berjuang untuk beralih antar tugas dengan cepat [1]. Ini menimbulkan pertanyaan penting: sampai sejauh mana multitasking menjadi racun bagi efektivitas organisasi?

Dampak Negatif Multitasking yang Berlebihan

Multitasking yang ekstrem dapat menyebabkan kelelahan kognitif, mengurangi kualitas kerja, dan meningkatkan kesalahan. Penelitian di University of London menunjukkan bahwa multitasking yang berlebihan, terutama dengan penggunaan media digital, dapat menurunkan IQ seseorang hingga 15 poin [2].

Lebih jauh, multitasking dapat mengganggu kreativitas dan inovasi. Ketika fokus terpecah, sulit bagi otak untuk menyelami tugas secara mendalam, yang diperlukan untuk pemikiran kreatif dan pemecahan masalah kompleks.

Multitasking dan Budaya Perusahaan

Dalam budaya perusahaan yang mendorong multitasking tanpa henti, karyawan dapat merasa terpaksa untuk terus menerus bekerja dalam mode ‘hyper-productive’, meskipun hal ini bisa berdampak negatif pada kesehatan mental dan kepuasan kerja.

Budaya seperti ini dapat menimbulkan stres kronis dan burnout. Potensi kecenderungan kerja yang mengarah pada akal-akalan hasil kerja dengan prinsip yang penting cepat selesai, yang penting checklist terpenuhi dan terlihat bagus tanpa memperhatikan kualitas menjadi ancaman laten serius yang pada akhirnya merugikan kinerja perusahaan secara keseluruhan baik secara instant dan jangka panjang.

Strategi Perusahaan untuk Mengatasi Multitasking yang Berlebihan

Perusahaan perlu mengakui batasan multitasking dan mendorong pendekatan yang lebih berkelanjutan terhadap produktivitas. Salah satu strategi adalah melalui implementasi praktik kerja yang memfokuskan pada ‘deep work’, sebuah konsep yang dipopulerkan oleh Cal Newport, yang menekankan pentingnya bekerja tanpa gangguan untuk mencapai produktivitas tinggi [3]. Perusahaan dapat menciptakan kebijakan yang mendukung blok waktu kerja yang tidak terganggu, dimana karyawan dapat memfokuskan perhatian penuh pada satu tugas pada satu waktu.

Perusahaan juga dapat memperkenalkan pelatihan manajemen waktu dan prioritas, serta teknik mindfulness untuk membantu karyawan mengelola perhatian mereka lebih efektif. Program seperti ini dapat mengurangi kecenderungan untuk multitasking yang berlebihan dan meningkatkan kesadaran karyawan terhadap dampaknya terhadap kinerja dan kesejahteraan mereka.

Bagaimana Karyawan Multitasking dan Multitalent Dapat Menghindari Praktik Berlebihan

Karyawan yang dikenal dengan kemampuan multitasking dan multitalent mereka perlu mengembangkan kesadaran diri tentang batasan mereka sendiri dan belajar untuk mengatakan ‘tidak’ ketika diperlukan. Mereka harus mengakui bahwa fokus dan kedalaman kerja sering kali lebih berharga daripada jumlah tugas yang diselesaikan. Mengatur harapan yang realistis dengan manajer dan rekan kerja, serta mengkomunikasikan kapan mereka perlu waktu tanpa gangguan, dapat membantu dalam mengelola beban kerja menjadi lebih efektif.

Selain itu, karyawan yang multitasking dan multitalent dapat memanfaatkan teknik manajemen waktu seperti metode Pomodoro, yang melibatkan bekerja dalam interval waktu yang terfokus diikuti oleh istirahat singkat. Teknik ini tidak hanya membantu dalam menjaga fokus tetapi juga dalam menjaga energi dan mengurangi kelelahan mental [4].

Penting juga bagi karyawan untuk mengembangkan keterampilan delegasi. Memahami tugas mana yang harus dipegang secara pribadi dan mana yang dapat dialihkan kepada orang lain dapat memaksimalkan keefektifan dan meminimalkan tekanan multitasking. Delegasi yang efektif tidak hanya mengurangi beban kerja individu tetapi juga mendorong kolaborasi dan pembangunan kapasitas dalam tim.

Menciptakan Lingkungan yang Mendukung Keseimbangan

Untuk membangun budaya perusahaan yang mendukung keseimbangan antara kerja dan kehidupan, perusahaan harus mempromosikan pentingnya istirahat dan pemulihan. Mendorong karyawan untuk mengambil waktu istirahat, liburan, dan memanfaatkan hari kerja fleksibel dapat membantu mereka untuk mengisi ulang dan kembali dengan perspektif yang segar dan produktivitas yang ditingkatkan.

Adopsi kebijakan seperti ‘no email after hours’ atau ‘meeting-free days’ dapat memberikan karyawan waktu yang tidak terganggu untuk bekerja pada proyek yang memerlukan fokus dan pemikiran mendalam, serta membantu mereka untuk memisahkan waktu kerja dan waktu pribadi secara lebih efektif.

Edukasi dan Kesadaran Terus-Menerus

Kesadaran tentang dampak negatif multitasking yang berlebihan harus menjadi bagian dari program pengembangan karyawan dan kepemimpinan. Workshop, seminar, dan sesi pelatihan tentang efektivitas, manajemen waktu, dan kesejahteraan karyawan dapat membantu dalam menyebarkan pengetahuan dan strategi terbaik untuk mengelola tuntutan pekerjaan tanpa harus bergantung pada multitasking.

Perusahaan juga dapat memanfaatkan teknologi untuk mendukung upaya ini, seperti aplikasi pengelolaan waktu, alat untuk meminimalkan gangguan digital, dan platform yang memfasilitasi komunikasi dan kolaborasi yang efisien.

“Many of us never ever discover our greatness because we become sidetracked by a secondary activity.”

Og Mandino, Og Mandino’s University of Success: The Greatest Self-Help Author in the World Presents the Ultimate Success Book

Jadi tetaplah waspada, multitasking mungkin terlihat menarik sebagai strategi untuk meningkatkan produktivitas, namun ketika dipraktikkan secara berlebihan, dapat berubah menjadi racun yang merusak kinerja, kreativitas, dan kesejahteraan karyawan.

Membangun budaya perusahaan yang mengakui dan mengatasi batasan multitasking, serta mempromosikan keseimbangan, fokus, dan kesejahteraan, dapat membantu organisasi dan individunya untuk mencapai potensi penuh mereka.

Dengan pendekatan yang terstruktur dan perhatian terhadap kesehatan karyawan, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang tidak hanya produktif tetapi juga berkelanjutan, memuaskan dan yang penting membuat kita betah. (clint)

Referensi:

  1. Clifford Nass et al., “Cognitive control in media multitaskers,” Proceedings of the National Academy of Sciences, 2009.
  2. Glenn Wilson, “A study of the effects of multitasking,” University of London, 2005.
  3. Cal Newport, Deep Work: Rules for Focused Success in a Distracted World, Grand Central Publishing, 2016.
  4. Francesco Cirillo, The Pomodoro Technique, Cirillo Company, 2007.

Leave a comment