
Alkisah, hiduplah seorang pemuda Gen Z bernama Budi. Budi adalah seorang anak muda berbakat yang mencintai dunia digital sejak kecil dan saat ini menjalani kesuksesannya sebagai pekerja kreatif di dunia digital.
Menciptakan aplikasi kreatif dan menyusun konten inspiratif yang membuat netizen terpukau adalah keahliannya. Namun, di balik suksesnya itu, ada satu tantangan yang menguji kegigihan Budi: mendapatkan tempat di hati orang tua pacarnya, Sari.
Sari berprofesi sebagai guru di sebuah sekolah swasta asing, sedangkan orang tua Sari, sebut saja namanya Pak Bejo dan bu Wati, terkenal kolot dan konservatif. Mereka yang notabene berlatar belakang pegawai negeri sipil (PNS) punya pandangan sempit tentang profesi ideal untuk calon mantu mereka. Menurut mereka, hanya PNS atau pegawai bank yang bisa melamar Sari.
Sementara itu, Budi tak memiliki hal-hal tersebut dalam daftar riwayat hidupnya. Namun, Budi tidak menyerah. Dia tahu bahwa cinta mereka berdua bisa mengalahkan segala rintangan.
“We wanted the freedom to love. We wanted the freedom to choose. Now we have to fight for it.”
Lauren Oliver, Requiem
Dalam upaya awalnya, Budi mencoba menghadapi calon mertuanya dengan cara yang klasik: adu argumentasi. Budi mempersiapkan berbagai data dan fakta untuk membuktikan bahwa profesi di dunia digital memiliki prospek yang cerah.
Namun, sayangnya, usaha ini gagal total! Setiap kali Budi membuka mulut, pak Bejo dengan sigap memotong pembicaraan dan mengutarakan alasan mengapa pegawai negeri atau pegawai bank jauh lebih baik. Budi pun hanya bisa menghela napas, merasa kalah sebelum sempat berbicara.
Ketika gagal dengan cara diplomatis, Budi mencoba pendekatan lain: memperlihatkan kemewahan. Dia mengajak (atau lebih tepatnya “menjebak”) calon mertuanya ke restoran mewah dan menyewa mobil mewah untuk membawa mereka berkeliling kota.
Budi berharap bahwa kemewahan ini akan meyakinkan mereka bahwa profesi di dunia digital mampu memberikan kehidupan yang layak. Akan tetapi, usaha ini pun kembali gagal.
Bu Wati, calon mertuanya malah menganggap Budi boros dan tidak hemat. “Masa depan yang tak menentu, kok gaya hidupnya mewah-mewah?” keluhnya. Budi pun kembali terpuruk.
Tidak menyerah, Budi mencoba strategi berikutnya: mengundang para role model digital untuk memberikan pencerahan kepada calon mertuanya. Budi lagi-lagi “menjebak” calon mertuanya untuk ngobrol dan ketemuan dengan beberapa teman yang merupakan tokoh sukses dan terkenal di dunia digital untuk berbicara di suatu moment jogging pagi.
Sayangnya, usaha ini pun gagal. Calon mertuanya malah menganggap mereka sebagai “tukang ngomong” yang tidak tahu apa-apa tentang dunia nyata. Budi hanya bisa menepuk dahi, merasa buntu dan hanya bisa berbisik “sabar..sabar..”.
“It is better to hope than despair.”
Lailah Gifty Akita, Pearls of Wisdom: Great mind
Ketika Budi hampir putus asa, sebuah kejadian tak terduga pun terjadi. Suatu hari, saat Budi sedang kencan “colongan” di sambil alasan nganterin titipan Bakso ala abang-abang GoJek ke rumah calon mertuanya untuk dapat ketemu Sari, dia melihat Pak Bejo yang juga merupakan RT di lingkungan itu sedang diskusi sengit dengan Pak Paijo, ketua RW setempat.
Bermaksud basa basi dan memecah suasana, Budi menyapa kedua sesepuh itu. Diluar dinginnya respon pak Bejo, ternyata pak Paijo menjawab hangat sapaan Budi sambil nyeletuk kalau dia dan pak Bejo lagi pusing mikirin komputer inventaris RW yang sudah seminggu ini bermasalah dan hilangnya seluruh data kependudukan didalamnya.
Mendengar hal tersebut, refleks Budi langsung menawarkan bantuan ke pak Paijo untuk melihat kondisi unit komputer RW tersebut. Bukannya sok tau, walaupun Budi saat ini adalah seorang programmer web front end dan praktisi User Experience (UX) di suatu eCommerce ternama, namun masa lalunya sebagai makelar jual beli dan praktisi overclock komputer saat kuliah, membuat naluri “teknisi” Budi tergugah untuk membantu.
Pak Paijo langsung mengajak Budi untuk mampir ke posko RW tempat komputer itu berada. Sambil tersenyum masam dan agak menyesal karena malam Minggu nya dengan Sari terganggu, Budi mengikuti pak Paijo ditemani pak Bejo yang sekalian mau nongkrong.
Kebetulan karena malam Minggu, banyak warga lain yang nongkrong di posko itu, sehingga aksi Budi berusaha “menganalisa dan menyembuhkan” komputer tersebut jadi tontonan serius buat para warga.
Gak sampai 10 menit Budi dengan senyum-senyum meminta pak Paijo untuk mengoperasikan komputer tersebut. Setelah pak Paijo test klak-klik sana sini, beliau tersenyum lebar dan berkata, “Alhamdulillah, sembuh…kok bisa mas, padahal kemarin sudah 2 teknisi yang coba benerin nyerah”.
Budi hanya senyum-senyum sombong sok merendah dan bilang “Susah pak di ceritakan hehe”, sambil didalam hati berkata “Ini mah cuma ada yang gak sengaja mindah folder datanya, bukan kehapus natau hilang datanya”.
Selanjutnya malam itu Budi dipersihakan dan “dipaksa” ikut begadang nongkrong sekaligus menjadi bintang tamu yang dipuji-puji seluruh warga yang hadir disana.
Tapi yang membuat Budi diam-diam kaget, Pak Bejo berubah, beliau yang selama ini cuek dan skeptis terhadap Budi malam ini menjadi pak Bejo yang bangga, vokal dan tertawa lebar saat disanjung-sanjung warga tentang “prestasi” Budi malam itu.
Keberhasilan Budi memperbaiki komputer itu membuat pak Bejo mulai sedikit berubah pandangan. Dia menyadari bahwa kemampuan Budi di dunia digital ternyata sangat berguna dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari.
Dari situ, pak Bejo mulai melihat Budi sebagai sosok yang bukan hanya seorang pemuda yang hanya pandai di dunia maya namun juga bisa diandalkan dan membanggakan keluarga (apalagi faktor gengsi di masyarakat yang pasti terus ada bagi orang tua yang kolot).
Bak gayung bersambut, Budi pun memanfaatkan peluang ini untuk memperdalam campaign nya dengan menyampaikan kepada orang tua Sari bahwa dunia digital saat ini sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Selain itu, Budi menjelaskan bahwa dengan keahliannya, ia mampu menciptakan lapangan pekerjaan yang stabil dan menghasilkan pendapatan yang tidak kalah dengan pegawai negeri atau pegawai bank.
Merasa belum cukup, Budi pun memberanikan diri membuat acara khusus untuk mengenalkan orang tua Sari pada dunia digital secara lebih dalam. Budi mengajak mereka mengunjungi kantor tempat dia bekerja, dan memperkenalkan mereka kepada bos, maupun rekan-rekan kerjanya. Budi juga mengajak orang tua Sari untuk melihat berbagai hasil karya yang telah ia ciptakan di dunia digital.
Sembari menjelajahi dunia digital bersama Budi, Pak Bejo dan bu Wati mulai melihat bahwa dunia ini memiliki peluang yang tak terbatas. Mereka menyaksikan bagaimana Budi mampu bekerja dengan tim yang solid, menciptakan produk digital yang berkualitas, dan mendapatkan apresiasi dari banyak pihak.
Lambat laun, mereka pun mulai membuka hati danpikiran mereka, mengakui bahwa dunia digital bukanlah dunia yang buruk, tidak bergengsi dan tidak berpengharapan seperti yang mereka bayangkan sebelumnya.
Tak hanya itu, Budi juga memperlihatkan betapa ia mampu menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadinya. Ia menunjukkan pada orang tua Sari bahwa sebagai pekerja kreatif di dunia digital, ia tetap memiliki waktu yang cukup untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan keluarga dan pasangannya.
Ketekunan dan keuletan Budi dalam meyakinkan orang tua Sari mulai membuahkan hasil. Mereka mulai melihat Budi dengan pandangan yang berbeda dan lebih terbuka.
Budi telah berhasil membuktikan pada mereka bahwa sukses tidak hanya diukur dari latar belakang pendidikan atau pekerjaan seseorang, melainkan dari usaha, dedikasi, dan kecintaannya pada apa yang dikerjakan.
Budi juga menunjukkan pada orang tua Sari betapa pentingnya memahami dan menghargai pilihan dan keputusan anak-anak mereka, serta menghormati perjuangan yang mereka lalui untuk meraih sukses. Hal ini menjadi pesan moral yang kuat bagi orang tua Sari, bahwa mereka harus lebih terbuka terhadap pilihan karier anak-anak mereka di era digital ini.
Hingga pada akhirnya, orang tua Sari memberikan restu dan menerima Budi sebagai calon mantu mereka. Mereka menyadari bahwa Budi bukan hanya sekadar pemuda sukses di dunia digital, melainkan seorang pria yang memiliki karakter, komitmen, dan tekad kuat dalam menjalani hidup bersama Sari.
Kisah inspiratif Budi ini mengajarkan kita bahwa sukses tidak selalu harus diukur dari latar belakang pendidikan atau pekerjaan seseorang.
Kunci sukses sebenarnya terletak pada kegigihan, usaha, dan dedikasi yang diberikan untuk meraih impian. Selain itu, kisah ini juga mengajarkan kita untuk selalu terbuka terhadap perubahan dan tidak takut menghadapi tantangan di dunia modern dan digital.
Dalam era digital saat ini, kita harus mampu beradaptasi dan memanfaatkan teknologi untuk meraih kesuksesan. Namun, yang lebih penting adalah menghargai dan mendukung pilihan karier orang-orang yang kita cintai, serta menghormati perjuangan mereka dalam mencapai impian mereka.
Semoga kisah ini bisa menjadi inspirasi bagi kita semua untuk terus berusaha, beradaptasi, dan meraih kesuksesan di era digital yang penuh dengan tantangan dan peluang ini.
“Dad used to say if you love someone, let them go. I don’t agree with him. If you really love someone, I think you have to take them back.”
Caroline George, Dearest Josephine
Salam Perspexto!
Leave a comment