
Siapa yang tidak mengenal terminologi entrepreneur? hampir di setiap kesempatan istilah ini selalu menjadi bahan diskusi dan tentu saja menjadi sebuah role-model yang identik dengan jiwa wirausaha yang kreatif menciptakan bisnis, visioner, oportunis, strategic thinking dan pantang menyerah yang didambakan dimiliki oleh semua orang.
Namun apakah hanya seorang pengusaha atau business owner saja yang berhak atas semua predikat jiwa wirausaha tersebut? Tahukan kamu bahwa semakin banyak perusahaan yang mulai menghargai nilai dari karyawan yang memiliki karakteristik entrepreneur atau biasa disebut jiwa intrapreneur?
“Teman saya, seorang staf di suatu on-boarding team yang punya sampingan jualan kue-kue kecil dan gorengan di pantry kantor, apakah itu yang dimaksud intrapreneur?” tentu saja bukan! jangan sampai kita salah kaprah atas istilah ini.
Entrepreneur dan intrapreneur memiliki beberapa kesamaan, terutama dalam hal jiwa kewirausahaan, inovasi, dan inisiatif yang mereka miliki. Namun, ada perbedaan mendasar dalam konteks dan cara kerja mereka yang perlu kita ketahui.
Konteks
Entrepreneur adalah individu yang menciptakan, mengembangkan, dan mengelola bisnis mereka sendiri. Entrepreneur bertanggung jawab penuh atas kesuksesan atau kegagalan bisnis mereka dan biasanya menanggung risiko finansial yang lebih besar.
Intrapreneur adalah karyawan yang bekerja di dalam perusahaan yang ada dan menggunakan jiwa kewirausahaan mereka untuk menciptakan, mengembangkan, atau memperbaiki produk, layanan, atau proses dalam organisasi tersebut. Mereka tidak memiliki bisnis mereka sendiri, melainkan berkontribusi pada inovasi dan pertumbuhan perusahaan tempat mereka bekerja.
Risiko
Entrepreneur menanggung risiko yang lebih besar, baik secara finansial maupun dalam hal reputasi. Jika bisnis mereka gagal, entrepreneur harus menanggung akibatnya, baik dari segi kehilangan investasi maupun pengaruh pada karier mereka.
Sedangkan intrapreneur umumnya menghadapi risiko yang lebih kecil, karena mereka bekerja dalam struktur perusahaan yang ada. Meskipun mereka mungkin memiliki tanggung jawab lebih besar untuk proyek atau inisiatif yang mereka jalankan, intrapreneur tidak menanggung risiko finansial yang sama seperti entrepreneur.
Sumber Daya
Entrepreneur bertanggung jawab untuk mencari dan mengelola sumber daya yang dibutuhkan untuk bisnis mereka, seperti modal, tenaga kerja, dan peralatan. Mereka juga harus menjalin hubungan dengan investor, pemasok, dan klien untuk memastikan keberlanjutan bisnis mereka.
Intrapreneur biasanya memiliki akses lebih mudah ke sumber daya yang dibutuhkan untuk proyek atau inisiatif mereka, karena perusahaan tempat mereka bekerja menyediakan dukungan dalam hal keuangan, infrastruktur, dan jaringan.
Kebebasan
Entrepreneur memiliki kebebasan yang lebih besar dalam membuat keputusan dan menentukan arah bisnis mereka. Entrepreneur biasanya tidak terikat oleh struktur perusahaan atau proses internal yang ada.
Intrapreneur memiliki kebebasan untuk menciptakan dan mengembangkan ide-ide baru, mereka tetap harus bekerja dalam batasan dan aturan yang ditetapkan oleh perusahaan tempat mereka bekerja. Intrapreneur mungkin perlu mendapatkan persetujuan atau dukungan dari atasan atau tim manajemen sebelum melanjutkan inisiatif mereka.
People don’t buy what you do; they buy why you do it. And what you do simply proves what you believe
Simon Sinek
Meskipun entrepreneur dan intrapreneur memiliki perbedaan dalam konteks, risiko, sumber daya, dan kebebasan, keduanya memainkan peran penting dalam mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Entrepreneur menciptakan bisnis dan lapangan kerja baru, sementara intrapreneur membantu mengembangkan dan meningkatkan perusahaan yang sudah ada.
Keduanya memerlukan kemampuan untuk berpikir kreatif, mengidentifikasi peluang, mengambil inisiatif, dan menghadapi tantangan. Dalam dunia bisnis yang kompetitif dan terus berubah, kombinasi antara entrepreneur dan intrapreneur sangat penting untuk mencapai kesuksesan jangka panjang.
Bagaimana menerapkan jiwa intrapreneur?
Ada beberapa aspek yang harus ditumbuhkan setiap karyawan atau para pekerja kantoran yang ingin membentuk dirinya menjadi seorang entrepreneur internal atau intrapreneur antara lain:
#1 Inovatif
Jangan takut untuk menciptakan ide-ide baru dan mencari solusi kreatif untuk meningkatkan proses kerja. Teruslah belajar dan beradaptasi dengan teknologi terbaru untuk tetap relevan dalam industri.
#2 Fleksibel dan Adaptif
Bersikaplah fleksibel dan siap menghadapi perubahan. Seorang pekerja kantoran yang entrepreneur harus mampu menyesuaikan diri dengan situasi yang berbeda dan bekerja secara efisien dalam lingkungan yang dinamis baik dari sisi tanggung jawab, hubungan sosial/ profesional, dan teknologi yang mendukungnya.
#3 Problem Solver
Kembangkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah dan mencari solusi yang tepat. Berpikir kritis dan analitis disertai empati akan membantu Anda menemukan cara terbaik untuk mengatasi tantangan yang muncul dalam pekerjaan Anda.
#4 Komunikatif dan Kolaboratif
Membangkan keterampilan komunikasi yang efektif dan bekerjasama dengan rekan kerja untuk mencapai tujuan bersama adalah penting daripada menjadi seorang single fighter yang hebat. Kerjasama tim dan jaringan yang kuat akan memberikan dukungan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan dalam pekerjaan.
#5 Bertanggung jawab dan percaya diri
Ambil tanggung jawab atas pekerjaan Anda dan percayai kemampuan Anda untuk menyelesaikan tugas dengan baik. Ini akan meningkatkan kredibilitas Anda di mata rekan kerja dan atasan. Jangan lupakan bahwa kredibilitas disertai integritas dan prinsip yang kuat juga menjadi “game-changer factor” bagi Anda di mata perusahaan.
“Tantangan” adalah partner setia
Tidak semua hal positif akan mudah diterapkan di dunia nyata. Penerapan intrapreneurship juga tidak luput dari beberapa tantangan yang sering muncul baik secara personal maupun bersifat organisasi seperti halnya
Budaya perusahaan yang cenderung kolot
Perusahaan yang memiliki budaya kerja yang kaku dan tradisional mungkin tidak mendukung atau menghargai pendekatan entrepreneur. Karyawan yang mencoba menerapkan jiwa entrepreneur mungkin menemui hambatan dari atasan atau rekan kerja yang lebih suka bekerja dengan cara yang sudah ada.
Hal lain yang biasa ditemui juga adalah budaya terlalu “men-dewakan” prosedur atau kebiasaan yang sudah lama berjalan atau diterapkan dan enggan melihat relevansinya seiring waktu. Budaya ini dan “membenarkan yang sudah biasa” merupakan suatu penyakit kronis bagi suatu organisasi yang menjadi faktor penghambat kemajuan.
Ketakutan akan kegagalan
Mengambil risiko dan mencoba ide-ide baru merupakan bagian dari jiwa entrepreneur. Namun, di dunia pekerja kantoran, gagal mungkin dianggap sebagai sesuatu yang negatif. Ketakutan akan kegagalan bisa menghambat seseorang untuk bereksperimen dan mencoba pendekatan yang berbeda.
Kurangnya dukungan
Pekerja kantoran yang ingin mengadopsi jiwa entrepreneur mungkin tidak memiliki dukungan yang cukup dari rekan kerja, atasan, atau perusahaan. Tanpa dukungan, mereka mungkin kesulitan untuk menerapkan ide-ide baru atau menghadapi tantangan.
Waktu dan sumber daya terbatas
Pekerja kantoran sering kali bekerja dengan tenggat waktu ketat dan sumber daya yang terbatas. Hal ini bisa membuat mereka kesulitan untuk mencoba ide baru, berinvestasi dalam pengembangan diri, atau menciptakan ruang untuk inovasi.
Resistensi terhadap perubahan
Ini hampir sama dengan faktor pertama diatas yang menyorot sisi organisasi, faktor ini lebih menekankan pada sisi individunya. Beberapa individu mungkin merasa nyaman dengan cara kerja yang ada dan enggan untuk mengadopsi pendekatan yang berbeda.
Seringkali transformasi budaya atau digital suatu perusahaan yang dicanangkan kurang efektif atau bahkan gagal karena ternyata ada individu-individu kolot yang masih tetap bertahan dan cenderung menjadi penghambat di level grass-root. Resistensi terhadap perubahan bisa menghambat penerapan jiwa entrepreneur dan mengakibatkan konflik di tempat kerja.
Keseimbangan antara keberhasilan pribadi dan tim
Penerapan jiwa entrepreneur mungkin menuntut seseorang untuk mengejar keberhasilan pribadi dan mengambil inisiatif. Namun, dalam lingkungan kerja tim, penting untuk menjaga keseimbangan antara keberhasilan pribadi dan kepentingan tim secara keseluruhan serta ini yang membedakan antara single fighter intrapreneur dengan leadership intrapreneur. Jadi ini bukan hanya tentang “saya” atau “aku” tapi ini tentang “kita” atau “kami”.
This defines entrepreneur and entrepreneurship – the entrepreneur always searches for change, responds to it, and exploits it as an opportunity
Peter F. Drucker
Untuk mengatasi tantangan tersebut, selain para karyawan harus mengembangkan soft-skill yang diperlukan, perusahaan juga perlu menciptakan budaya kerja yang mendukung inovasi dan pertumbuhan, serta memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mengembangkan jiwa intrapreneur mereka.
Intrapreneur itu trending karena benefitnya!
Tidak heran jika budaya intrapreneur saat ini sudah menjadi bagian dari “kurikulum” edukasi banyak perusahaan, hal ini didorong oleh potensi benefit yang akan didapat baik bagi perusahaan itu sendiri maupun bagi karyawan yang berperan sebagai intrapreneur meliputi
Penguatan daya saing perusahaan
Intrapreneur mendorong inovasi dalam perusahaan dengan menciptakan, mengembangkan, dan memperbaiki produk, layanan, atau proses.
Inovasi ini membantu perusahaan untuk tumbuh dan menjaga daya saing mereka dalam pasar yang semakin kompetitif serta proaktif menemukan peluang baru guna merespon perubahan dengan lebih cepat, sehingga perusahaan dapat tetap relevan dan sukses dalam situasi yang berubah-ubah.
Retensi dan pengembangan karyawan yang berdampak
Karyawan yang diberi kesempatan untuk berperan sebagai intrapreneur cenderung merasa lebih termotivasi, puas, dan terlibat dalam pekerjaan mereka. Hal ini meningkatkan retensi karyawan dan membantu perusahaan menarik dan mengembangkan talenta yang berkualitas.
Peningkatan efisiensi yang cerdas
Intrapreneur dapat membantu meningkatkan efisiensi perusahaan dengan mencari cara-cara inovatif untuk mengurangi biaya, memperbaiki proses, dan meningkatkan produktivitas. Dengan mengidentifikasi dan mengimplementasikan inovasi ini, perusahaan dapat mengurangi biaya operasional dan meningkatkan laba.
Peningkatan reputasi perusahaan
Perusahaan yang mendukung intrapreneur dan mendorong inovasi internal akan dilihat sebagai pemimpin industri dan tempat yang menarik untuk bekerja. Reputasi ini akan membantu perusahaan dalam hal perekrutan, penjualan, dan hubungan dengan pelanggan.
Hasil akhir dari reputasi ini tentu saja positioning dan penguasaan perusahaan di market yang mereka tuju akan semakin kuat.
Manajemen risiko yang lebih baik
Dengan mendukung inisiatif intrapreneur, perusahaan dapat mengurangi risiko yang terkait dengan menggantungkan diri pada satu produk atau layanan. Diversifikasi dan inovasi yang dibawa oleh intrapreneur membantu perusahaan mengurangi ketergantungan pada aspek bisnis yang mungkin rentan terhadap perubahan pasar.
Budaya cross-collaboration internal yang mengakar
Intrapreneur cenderung bekerja dengan baik dalam tim dan memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Mereka mendorong kolaborasi antara unit kerja internal yang berbeda, yang dapat memperluas dan meningkatkan aliran informasi dan ide di seluruh organisasi baik secara horizontal maupun vertikal.
The true entrepreneur is a doer, not a dreamer
Nolan Bushnell
Jadi sudah cukup jelas bahwa intrapreneur dan entrepreneur memiliki peran penting dalam menciptakan inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Sebagai karyawan yang bekerja di dalam suatu perusahaan, intrapreneur menggunakan jiwa kewirausahaan mereka untuk menciptakan, mengembangkan, dan memperbaiki produk, layanan, atau proses dalam organisasi.
Dengan menerapkan budaya intrapreneur dalam diri sendiri, karyawan dapat mengembangkan keterampilan yang sangat bernilai di dunia kerja modern, seperti berpikir kritis, komunikasi, dan kemampuan untuk bekerja di bawah tekanan. Pengembangan keterampilan ini akan meningkatkan prospek karier jangka panjang, serta memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap kesuksesan perusahaan tempat mereka bekerja.
Karyawan dan manajemen perusahaan harus bekerja sama dalam menciptakan lingkungan yang mendukung inovasi dan pengembangan intrapreneur. Hal ini mencakup menyediakan sumber daya yang diperlukan, menyelenggarakan pelatihan dan pengembangan, serta memberikan dukungan dan pengakuan atas prestasi intrapreneur. Perusahaan juga harus menciptakan budaya kerja yang terbuka terhadap perubahan dan mendorong karyawan untuk mengambil inisiatif serta mengambil risiko yang terkendali.
Oleh karena itu, mari kita mulai bentuk mindset dan implementasikan budaya intrapreneur, baik pada diri sendiri maupun pada organisasi tempat kita bekerja.
Jadi balik lagi, teman saya yang kerja sambil jual kue dan gorengan di pantry tadi masuk kategori apa ya?
anda tahu kan jawabannya? .. salam Perspexto!
Leave a comment