Laptop semakin mahal ? Stop jadi “Budak Teknologi” …!!

Jika anda sedang berjalan-jalan, cobalah sekali-kali perhatikan etalase-etalase toko komputer, dan mulailah tercengang dengan begitu cepatnya muncul versi atau varian baru dari sebuah produk teknologi tersebut. Semakin majunya perkembangan teknologi microchip, semakin besar pula kesempatan para pemain teknologi untuk berinovasi produk atau fitur baru, rata-rata ada 3-4 varian baru produk yang dikeluarkan oleh pabrikan komputer tiap tahunnya, itupun belum memperhitungkan berapa lini produk yang mereka miliki.

Produk baru akan mendorong trend serta gaya hidup yang menempatkan konsumen sebagai objek. Gaya hidup membuat manusia umumnya berlomba-lomba dalam memanfaatkan teknologi baru namun tanpa sadar menempatkan sebagian dari mereka sebagai budak teknologi. Praktik belanja device setiap 1-2  tahun sekali terkadang dengan memanfaatkan pinjaman bank yang terus menumpuk serta mengorbankan kebutuhan primer merupakan salah satu efek samping dari candu teknologi yang perlu untuk dihindari saat ini.

Sebenarnya tidak ada masalah dengan hal tersebut selama mampu, namun akan mulai dianggap “salah jalan” jika mereka mulai mengeluh terhadap semakin mahalnya device-device tersebut. Hal ini juga merupakan parameter bahwa pasar awam masih kurang terbuka dan eksploratif terhadap teknologi itu sendiri. Sebuah celah yang menjanjikan mungkin dari sudut pandang pebisnis teknologi, namun tidak bagi konsumen terutama kelas menengah kebawah yang belum memahami konsep smart buyer.

Apa itu konsep Smart Buyer ?

Smart buyer mendorong kita untuk lebih bisa berpikir kritis dan “pintar” dalam membeli suatu barang sehingga kita dapat mendapatkan nilai ekonomi yang optimal dengan biaya/ pengorbanan yang realistis dengan kondisi kita, nah mirip kan dengan prinsip ekonomi.

Namun terdapat beberapa faktor yang menyebabkan konsep smart buyer seringkali kurang populer yaitu:

  1. Barang bagus adalah barang yang baru
  2. Ketidakpercayaan dengan pihak penjual
  3. Gengsi gaya hidup

Prasangka buruk terhadap barang bekas (2nd hand) dan tingkat kepercayaan terhadap penjual saling berhubungan. Pendeskreditan kualitas barang bekas umumnya dipicu oleh kurangnya literasi konsumen atas teknologi  atau traumatik umum yang dialami orang lain yang akhirnya menjadi kepercayaan dan keniscayaan dari mulut ke mulut tanpa mempertimbangkan fakta dan faktor yang mendukung.

Sedangkan gengsi adalah trend psikologis umum yang merupakan penyebab terbesar turnover belanja barang teknologi terutama gadged smartphone sangat tinggi. Faktor ini seringkali menjadi pemicu utama “penderitaan” para konsumen menengah bawah yang memiliki budget kecil namun mimpi popularitas yang tinggi tanpa didukung literasi teknologi yang cukup.

Kita ambil contoh, sebutlah Andi yang rela hanya makan 1 kali sehari selama setahun hanya untuk membeli sebuah Macbook Air M2 dengan harga hampir dua puluh jutaan rupiah hanya untuk digunakan dalam pekerjaannya sebagai seorang penulis pemula dengan akses aplikasi berbasis kata atau online meeting yang ringan.

Bisa jadi Andi akan mendapatkan status reputasi sosial tersendiri di mata kolega atau teman-temannya saat menggunakan Macbook, namun di sisi lain akan terjadi pergeseran makna teknologi itu sendiri bagi dirinya sendiri yang menganggap teknologi itu mahal dan menyiksa. Pandangan inilah yang perlu diluruskan karena teknologi tidak diciptakan untuk membuat manusia menderita bukan ? Kenapa kita tidak mencoba mendidik kita sendiri sebagai smart buyer ?

Lalu bagaimana menerapkan konsep Smart Buyer sebagai konsumen arau calon konsumen Laptop ?

Komputer portable atau Laptop boleh dibilang merupakan barang pokok bagi para pekerja di era digital saat ini, baik digunakan secara fungsional maupun dijadikan sebagai simbol eksitensi melalui suatu brand tertentu. Kemajuan teknologi tablet berbasis android atau iPad tidak serta merta mengancam keberadaan laptop yang memang memiliki pengalaman tersendiri yang sulit digantikan oleh teknologi tablet sekalipun yang memang memiliki ceruk pasar tersendiri.

Barang teknologi seperti komputer/ laptop umumnya dibuat dengan umur ekonomis sampai dengan 3-4 tahun, tapi berbeda dengan umur teknis yang bisa lebih panjang bisa mencapai 10 tahun terutama apabila ada operating system (OS) dan aplikasinya masih terus mendukung (contoh windows 10 yang bahkan bisa mendukung generasi laptop sebelum kelahirannya sendiri di 2015) serta ketersediaan spare partnya masih melimpah di pasar.

Ambil contoh, sebuah laptop merk Lenovo Thinkpad X1 carbon generasi ke-6 yang merupakan laptop flagship bisnis terbaik di zamannya (release 2018) dengan spesifikasi prosesor Intel i5/i7 generasi 8 masih sangat layak dan mentereng untuk dijadikan pilihan utama di tahun 2023 ini di kisaran harga 5-7 jutaan rupiah (dari harga 26 jutaan rupiah di awal release), ditambah lagi penggunaan prosesor intel generasi 8 yang masuk dalam daftar prosesor yang didukung Windows 11 yang berarti laptop ini setidaknya masih memiliki dukungan aplikasi dan kompatible 8-10 tahun lagi, sangat panjang dan cukup menguntungkan bagi para kaum pas-pasan yang ingin tetap tampil keren kan.

Thinkpad X1 Carbon G6; Source : lenovo.com

Menarik, namun dimanakah barang-barang tersebut dapat diakses oleh para calon konsumen yang membutuhkan ?

Darimana dan bagaimana ?

Perusahaan-perusahaan kelas sedang dan besar selalu melakukan pembelanjaan rutin setiap tahunnya, termasuk pengadaan laptop sebagai sarana kerja dalam jumlah besar atau cukup untuk mengcover semua pegawainya yang membutuhkan. Idealnya proses pengadaan akan menghasilkan barang pilihan yang berkualitas dan tahan lama sehingga tidak membebani anggaran pemeliharaan kedepannya. Brand pilihan yang umum ditawarkan dan dipilih antara lain Lenovo (seri Thinkpad dan Thinkbook), Dell atau HP yang notabene memiliki track record kualitas, kekuatan dan service yang mempuni.

Umumnya setiap pengadaan sarana kerja elektronik/ digital seperti laptop memiliki penghitungan umur penyusutan nilai antara 3-4 tahun (atau sesuai masing-masing perusahaan), yang berarti pada saat habis nilai penyusutan di tahun ke-4, barang sudah dianggap tidak bernilai dan harus digantikan barang baru (ingat konsep umur ekonomis yang sudah disinggung diatas). Sehingga seluruh laptop akan ditarik dari pegawai dan diganti baru.

Lantas dikemanakan laptop yang telah ditarik tadi ?

Tentu saja dijual kembali oleh perusahaan.

Dijual bagaimana ?

Apakah mereka membuka toko khusus atau menerima order dari orang-orang yang ingin membelinya ?

Bagaimana mereka mencari pembeli ?

Umumnya perusahaan besar akan menjual laptop obsolete tersebut melalui skema lelang ke para pemburu barang lelang tentu saja dengan harga yang jauh lebih murah daripada harga beli mereka dulu.

Ambil contoh perusahaan melelang 100 unit Lenovo Thinkpad X1 Carbon yang 4 tahun lalu dbeli dengan harga total 2,6 Miliar Rupiah (all item) dan laku dengan harga total 400 juta Rupiah (atau dihargai 4 juta per unit).

Wah, jadi perusahaan rugi ya ?

Tentu tidak, ingat bahwa bagi perusahaan nilai laptop tersebut sudah NOL (nihil) secara pencatatan, sehingga tidak ada istilah rugi karena manfaat barang sudah dinikmati selama 4 tahun sampai dengan nilai ekonomisnya habis. Hasil lelang sebesar 400 juta bisa saja diakui perusahaan sebagai pos pemasukan lain-lain atau apapun itu disesuaikan dengan kebijakan masing-masing.

Si pemenang lelang tadi yang sekarang bertindak sebagai penjual ke end user/ buyer atas laptop-laptop tersebut dengan harga yang telah mereka tentukan. Bagaimana soal kualitas barangnya ? Secara umum, laptop bekas kantor (terutama perusahaan yang pola kerjanya on desk) memiliki kondisi rata-rata 85-90% alias masih layak dan cukup mulus. Hal ini dikarenakan selain adanya proses “pembersihan” ulang oleh seller, umumnya perusahaan pemilik sebelumnya memiliki aturan yang cukup ketat bagi pegawainya dalam hal tata cara penggunaan laptop tersebut sehingga angka kerusakan barang cukup kecil.

Sampai sini cukup jelas ya bagaimana kualitas rata-rata dari latop bekas tersebut ? lanjut ..

Para calon pembeli perorangan atau bahkan usaha kecil dapat mengakses informasi laptop-laptop bekas tersebut melalui eCommerce seperti Tokopedia dan Bukalapak yang paling populer. Cari di kategori laptop lalu atur filter ke parameter “bekas” dan mulailah melakukan pembelian dengan tips langkah-langkah sebagai berikut :

  1. Pilih brand laptop yang umum digunakan oleh perusahaan seperti Lenovo seri Thinkpad atau Ideapad, Dell seri Latitude atau HP seri Elitebook (ada kemungkinan brand lain yang digunakan)
  2. Pilih seller-seller yang sudah memiliki track recod yang baik dengan badge bintang (diatas 4)
  3. Masuk dulu ke lapak penjual tersebut dan perhatikan barang koleksinya, apakah gambar barang diambil sendiri atau bukan editan dari web (beberapa top seller mengedit gambar dengan tujuan memebrikan tambahan informasi spesifikasi laptop) atau bahkan perhatikan unsur kecil seperti halnya konsistensi lingkungan sekitar dia mengambil gambar laptop intinya yakini bahwa penjual tersebut valid bukan abal-abal
  4. Mulailah pilih laptop dengan spesifikasi barang yang dibutuhkan (bukan diinginkan lho ya.. Ingat konsep smart buyer)
  5. Chat atau hubungi penjual untuk menanyakan ketersediaan dan detail-detail lain yang memang perlu diketahui (atau ingin ada custom), jika ada kesepakatan custom maka biasanya penjual akan membuat link pembelian barang baru sesuai spesifikasi custom pembeli
  6. Pada saat proses check out (pembayaran), pastikan sertakan juga opsi asuransi (biasanya diwajibkan), dan pilih kurir yang sesuai lokasi. Khusus pemilihan kurir, jika seller masih satu kota disarankan menggunakan opsi instant atau same day menggunakan GoSend/ Grab (semakin cepat semakin baik serta penanganan oleh si kurir biasanya lebih hati-hati).
  7. Pantau terus proses pengirimannya

Selanjutnya setelah barang telah diterima dengan baik maka lakukanlah beberapa langkah sebagai berikut

  1. Videokan proses pembukaan kemasan paket (unboxing video)
  2. Amati teliti fisik barang sesuaikan dengan definisi kondisi dari penjual
  3. Lakukan uji coba dan periksa spesifikasi menggunakan aplikasi bawaan windows atau aplikasi 3rd party seperti CPU-Z (freeware)
  4. Segera laporkan kepada penjual bila terdapat hal-hal yang diluar kesepakatan jual beli
  5. Apabila semua sudah sesuai, jangan lupa konfirmasi pembelian di eCommerce dan berikan feedback positif/ membangun kepada penjual

Namun yang perlu diingat sebenarnya adalah kita sebagai konsumen juga harus paham betul barang yang akan kita beli, kelebihan kekurangan, komplementer maupun substitusinya melalui pengayaan literasi yang dibtuhkan sehingga meminimalisir risiko kita sebagai konsumen.

Sampai sini apakah sudah mulai merubah mindsetmu ? Ternyata gak harus mahal kan untuk dapat berkarya ? Semoga sedikit tercerahkan ya ..

Pada akhirnya memposisikan kita sendiri sebagai konsumen cerdas adalah suatu keharusan. Perkaya literasi digital, rajin bertanya dan yang paling penting cobalah untuk berpikir lebih terbuka serta realistis terhadap barang-barang yang kita butuhkan (bukan yang kita inginkan) akan dapat “menyelamatkan” kita dari ikatan status “budak teknologi” yang tiada henti.

Salam Smart Buyer !!

2 thoughts on “Laptop semakin mahal ? Stop jadi “Budak Teknologi” …!!

Add yours

Leave a comment

Website Powered by WordPress.com.

Up ↑